KOMPAS.com - Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan sosialisasi tentang beberapa
perbedaan antara pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru tahun 2018 dan tahun
2019 ini. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam
konferensi pers Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik
Baru ( PPDB) 2019, di Gedung Kemendikbud, Jakarta (15/1/2019). Berdasarkan
Permendikbud tersebut, berikut 5 perbedaan pelaksaan PPDB 2018 dan 2019 :
1. Penghapusan SKTM Pemerintah
secara resmi menghapus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang sempat
menimbulkan polemik di beberapa daerah lantaran disalahgunakan. Selanjutnya
siswa dari keluarga tidak mampu tetap menggunakan jalur zonasi ditambah dengan
program pemerintah pusat (KIP) atau pemerintah daerah untuk keluarga tidak
mampu. Baca juga: Habis SKTM Palsu, Waspadai Domisili dan Surat Pindah Bodong
di PPDB
2. Lama domisili Dalam PPDB
2018, domisili berdasarkan alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal
6 bulan sebelumnya. Sedangkan dalam Permendikbud baru untuk PPDB 2019
didasarkan pada alamat KK yang diterbitkan minimal 1 tahun senelumnya.
3. Pengumuman daya tampung
Untuk meningkatkan transparansi dan menghindari praktik jual-beli kursi,
Permendikbud baru ini mewajibkan setiap sekolah peserta PPDB 2019 untuk
mengumumkan jumlah daya tampung pada kelas 1 SD, kelas 7 SMP dan kelas 10
SMA/SMK sesuai dengan data rombongan belajar dalam Data Pokok Pendidikan
(Dapodik). Permendikbud sebelumnya belum mengatur secara detil perihal daya
tampung ini hanya menyampaikan "daya tampung berdasarkan ketentuan
peraturan perundangan (standar proses)".
4. Prioritas satu zonasi
sekolah asal Dalam aturan 2019 ini juga diatur mengenai kewajiban sekolah untuk
memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili
sesuai dengan satu wilayah asal (zonasi) yang sama dengan sekolah asal. Hal ini
untuk mengantisipasi surat domisili palsu atau 'bodong' yang dibuat jelang
pelaksaan PPDB.
Terkait pemalsuan surat mutasi domisili maupun surat mutasi kerja, serta praktik jual-beli kursi, Mendikbud mengatakan akan menindak-tegas hal ini karena sudah masuk dalam ranah pungli, pemalsuan, maupun penipuan. "Bilamana terdapat unsur pidana seperti pemalsuan dokumen maupun praktik korupsi, maka Kemendikbud mendorong agar dapat dilanjutkan ke proses hukum," tegas Mendikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar