TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada pekan lalu mengeluarkan peraturan
baru terkait Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2019. Peraturan tersebut tertuang dalam Permendikbud 51
tahun 2018.
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa aturan baru itu
merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang dirintis
sejak 2017.
"Peraturan ini juga
digunakan sebagai cetak biru untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada di
sektor pendidikan," ujarnya.
Semua permasalahan
pendidikan, seperti ketersediaan fasilitas sekolah, distribusi guru yang tidak
merata hingga sebaran siswa diselesaikan dengan aturan tersebut. Hal ini
merupakan upaya pemerataan pendidikan di Tanah Air.
Dengan sistem zonasi pula
dapat diketahui sebaran guru di suatu zonasi. Jika ada sekolah yang mengalami
kekurangan guru, maka akan dicarikan solusinya dengan melihat sebaran guru di
zonasi itu. Jika ada guru yang berlebih di satu sekolah maka akan dipindahkan
ke sekolah yang mengalami kekurangan.
Sistem zonasi juga
bertujuan menghilangkan dikotomi sekolah favorit dan nonfavorit. Melalui sistem
zonasi tak ada lagi yang namanya sekolah favorit. Penerimaan siswa baru lebih
mempertimbangkan jarak dari rumah ke sekolah. Berapa ketentuan zonasinya,
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah (pemda), sesuai dengan kondisi
geografis wilayahnya. Saat ini Kemendikbud menetapkan setidaknya ada 2.500-an
zonasi di Tanah Air.
Penerimaan siswa baru 2019
dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu zonasi dengan kuota minimal 90 persen,
prestasi dengan kuota maksimal lima persen dan jalur perpindahan orang tua
dengan kuota maksimal lima persen.
Untuk kuota zonasi 90
persen tersebut sudah termasuk peserta didik yang tidak mampu dan penyandang
disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.
Sementara, untuk jalur
prestasi diperuntukkan bagi siswa yang berdomisili di luar zonasi sekolah.
Untuk jalur prestasi ditentukan oleh nilai Ujian Nasional (UN) ataupun dari
hasil perlombaan di bidang akademik dan nonakademik.
"Kuota lainnya yakni
jalur perpindahan orang tua hanya untuk darurat saja. Misalnya mengikuti orang
tuanya pindah tugas," kata Muhajir.
Dalam aturan itu, juga
disebutkan bahwa sekolah harus melaksanakan PPDB secara transparan dan
mengumumkan daya tampungnya.
Untuk kartu keluarga (KK)
yang digunakan untuk pendaftaran yang diterbitkan minimal satu tahun sebelumnya,
jika tidak ada KK dapat diganti dengan surat keterangan (suket) domisili dari
RT/RW. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya, yang mana KK diterbitkan
minimal enam bulan sebelum penerimaan siswa baru.
Pada peraturan tersebut
juga dinyatakan bahwa penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) tidak lagi
digunakan. Untuk siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, cukup dengan
menunjukkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau kartu Program Keluarga Harapan
(PKH).
Mendikbud menjelaskan
dihapuskannya SKTM ini dikarenakan maraknya kasus penyalahgunaan SKTM pada
tahun sebelumnya.
Staf Ahli Mendikbud bidang
Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang mengatakan
masyarakat masih memiliki stigma sekolah favorit dan nonfavorit.
"Kami berusaha untuk
menghapus adanya sekolah favorit dengan sistem zonasi," kata Chatarina.
Masyarakat berupaya
memasukkan anak ke sekolah favorit dengan berbagai cara, misalnya dengan pindah
ke lokasi yang dekat dengan sekolah sebelum anaknya tamat. Selain itu juga
dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) agar bisa masuk sekolah
yang diinginkan.
"Makanya dalam
Permendikbud 51 ini kita kunci. KK yang digunakan adalah yang diterbitkan
minimal satu tahun sebelumnya. Kemudian yang diutamakan siswa yang alamatnya
sesuai dengan sekolah asalnya," kata Chatarina.
Sekolah juga diminta
memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili
dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal.
Chatarina berharap dalam
lima tahun ke depan, stigma sekolah favorit dan nonfavorit tersebut buyar.
Meskipun
demikian, peraturan mengenai PPDB itu tidak berlaku untuk sekolah menengah kejuruan
(SMK) karena menggunakan nilai Ujian Nasional (UN).
Proses seleksi untuk SMK
juga dengan mempertimbangkan hasil tes bakat dan minat sesuai dengan bidang
keahlian, hasil perlombaan, dan jika hasil UN dan hasil seleksi lainnya sama,
maka sekolah memprioritaskan calon peserta didik yang berdomisili pada wilayah
provinsi atau kabupaten/kota yang sama dengan SMK yang bersangkutan.
Permendikbud baru tersebut
tidak berlaku untuk sekolah swasta, satuan pendidikan kerja sama, sekolah
Indonesia di luar negeri, sekolah pendidikan khusus, sekolah layanan khusus,
sekolah berasrama, sekolah 3T, dan sekolah di daerah yang tidak dapat memenuhi
ketentuan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar